Ilkom UNDIP Peduli Penulisan Berita Ramah Anak

June 24, 2021 0 comments admin Categories KampusTags

Semarang – Tim Pengabdian Masyarakat Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Diponegorotelah sukses mengadakan diskusi dengan tajuk “Penguatan Penulisan Berita Ramah Anak”. Pergeseran teknologi media cetak ke media online telah mempermudah akses ke berbagai informasi berita yang ada. Walaupun mudah diakses tak semua berita yang ada di media online memenuhi kaidah dan kode etik jurnalistik. Salah satu karya jurnalistik yang terindikasi melanggar adalah penulisan berita mengenai anak sebagai pelaku dan sebagai korban dalam suatu perkara.

Diskusi ini dilangsungkan pada Jumat (04/6) dengan melibatkan pembicara  di antaranya  Jamalul Insan sebagai perwakilan Dewan Pers, Rita Pranawati sebagai perwakilan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Rita Hidayati sebagai perwakilan dari Jaringan Jurnalis Perempuan Jawa Tengah (JJP). Dipandu secara online oleh moderator, Indah Salimin, melalui Zoom Meeting.

“Akhirnya pemberitaan ramah anak ini mendapat perhatian karena memang topik ini penting untuk dibicarakan. Kami dari Jaringan Jurnalis Perempuan sepakat bahwa persekusi terhadap anak dalam pemberitaan merupakan sebuah kejahatan. Bagaimanapun anak-anak masih punya masa depan dan kita bertanggungjawab atas masa depan mereka,” ujar Rita Hidayati membuka kegiatan.

Menurut Rita Hidayati, ketika seorang anak menjadi sebuah pelaku dalam kejahatan, sebuah pemberitaan hendaknya tidak menyudutkan anak tersebut dan bisa disampaikan secara berimbang. Media, menurutnya, seharusnya bisa melindungi harkat dan martabat anak baik sebagai pelaku, korban ataupun saksi.

Jadi tak hanya perlindungan pemberitaan terhadap pelaku dan korban, saksi juga harus dilindungi. Ia juga menyinggung beberapa media yang menyepelekan beberapa pemberitaan terhadap korban karena dianggap tidak akan mendapat sanksi sosial, padahal korban juga bisa terkena dampak sosial dari masyarakat. Ia juga menceritakan bagaimana JJP Jateng selama setahun mengawal pemberitaan anak.

“Jika dilihat dari laporan pengaduan, pelanggaran terhadap pedoman pemberitaan anak ini jumlahnya tidak terlalu banyak. Namun hal ini bisa berarti dua hal, antara pelanggaran terhadap pedoman itu kecil, atau memang itu belum dipahami. Karena pengaduan yang dilakukan ke Dewan Pers itu juga bukan dilakukan oleh perorangan, tetapi dari lembaga yang memang khusus memperhatikan hal tersebut,” jelas Jamalul Insan.

Untuk beberapa berita yang melanggar, lanjut Jamal, ada yang dicabut dan ada pula yang hanya perlu dikoreksi isi pemberitaannya. Berita-berita yang perlu dicabut merupakan berita yang menyangkut asusila dan SARA. Sedangkan pemberitaan yang mengungkapkan identitas pribadi secara rinci hanya perlu diralat.

“Berita adalah fakta, namun tidak semua fakta bisa dijadikan berita. Jadi ketika memberitakan sesuatu, harus ada nilai di sana. Karena pekerjaan jurnalis bukanlah pekerjaan asal jadi berita lalu selesai, namun sebuah profesi yang memang ada nilai di sana,” pungkas Jamal.

Rita Pranawati, perwakilan dari KPAI, mengungkapkan pentingnya pengawasan terhadap pemberitaan anak karena di era digital saat ini anak sudah bisa mencari informasi sendiri melalui gawai pribadi. Sehingga ketika ada pemberitaan yang kurang baik maka akan berdampak langsung terhadap anak yang muncul dalam pemberitaan tersebut. Ia mencontohkan salah satu kasus (di luar pemberitaan anak di mata hukum), yakni kasus perceraian di mana anak diperebutkan orang tuanya dan namanya ditulis dalam suatu pemberitaan hingga akhirnya anak tersebut mengalami perundungan sampai tak mau sekolah.

“Hal ini tentu mengganggu psikologis anak. Seharusnya pemberitaan itu perlu melihat dampak lingkungan kepada orang yang diberitakan,” tegas Rita Pranawati.

Sumber: undip.ac.id